Laman

25 April, 2015

KONFLIK POLITIK ERA JOKOWI, RAKYAT MENDERITA

(Ilustrasi Kisruh Partai Golkar)


Kisruh yang terjadi di beberapa Partai Politik membuat resah rakyat Indonesia. Rakyat tak terasa dampak yang baik dengan pecahnya kepemimpinan di beberapa PARPOL. Dinamika yang tak sehat dalam berpolitik, kini publik mulai dilema dalam menentukan arah Demokrasi Indonesia. Walaupun kondisi seperti ini belum akut dampak permasalahannya ke konsikuen dari beberapa PARPOL. Namun, sangat disayangkan dengan proses Politik kini semakin kacau tak karuan dikarenakan ikut campurnya lembaga pemerintahan dalam menentukan sikap mana yang benar dan salah.
            Kultur politik yang berlarut-larut dengan permasalahan kisruh kepimpinan, akan berdampak kepada rakyat. Para wakil rakyat yang dipilih langsung oleh rakyat kini mereka memikirkan kekuasaannya saja bukan sebaliknya, memikirkan nasib bangsa dan rakyatnya. Dengan adanya kisruh ini PARPOL kini di senayan lebih menyibukkan diri permasalahan Politik. Bahwa kita ketahui bersama para Anggota DPR adalah perpanjangan tangan rakyat untuk menyampaikan aspirasi mereka. Beberapa hari yang lalu Pemerintah sudah menaikkan harga BBM, dengan berdalih Pemerintah untuk mengatasi melemahnya rupiah. Hampir 5 bulan terakhir ini harga BBM di Indonesia berubah-ubah. Hal inilah, sebenarnya yang belum tercover oleh DPR karena disibukkan dengan masalah Internal Politik.
            Apalagi Indonesia sekarang terbagi di dua kubu yang berseberang. Ada KIH dan KMP, menjelang Pemilihan Presiden 2014 kekisruhan telah melanda internal Partai Ka’bah dan Partai Beringin, yang bermula adanya perbedaan sikap memberikan dukungan kepada pasangan calon presiden dan wakil presiden.  Ketua umum PPP Suryadharma Ali dan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakri, ketika itu memilih pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa lewat KMP. Namun, elit di setiap Partai Politik itu yang ingin Partainya mendukung Jokowi Widodo-Jusuf Kalla.
            Publik harus bersabar, dengan konflik elit PARPOL ini membuat terabaikan dalam mengambil kebijakan Pemerintah. Kisruh ini pun tak sampai di internal Partai tersebut, kini sudah hampir masuk ke ranah Hukum sehingga sangatlah sulit untuk Rekonsiliasi dari kisruh kepemimpinan PARPOL. Benjamin Reilly dan Per Nordlund (2008), Indonesia tampak pas masuk ke dalam kategori states of conflict-prone politics- Negara yang rentan dengan konflik Politik.
            Konflik yang berkepanjangan ini nantinya berdampak kepada rakyat yang menjadi tumbalnya. Loyalis para pendukung akan adu kekuatan di masing-masing daerah sehingga stabilitas keamanan dan keyamaan terganggu. Belum pula, dengan pengambilan kebijakan di senayan terhadap rakyat permasalahan ekonomi, harga-harga pokok yang semakin liar, BBM harganya yang naik turun lagi, Penegakkan Hukum yang timpang tindih, Masalah Korupsi yang banyak di Politisir kepentingan, lemahnya Rupiah, Stabilitas keamanan, dan Intervensi asing.
            Kondisi yang prihatin saat ini, seharusnya kisruh PARPOL bisa terselesaikan melalui Musyawarah yang elegen dan mengutamakan kepentingan rakyat. Ke depan kalau masalah ini terselesaikan maka, persoalan bangsa yang akut kini perlahan dengan pasti terselesaikan secara maksimal.

07 April, 2015

Untukmu Pemuda Indonesia

(Foto; Qori Pratama Penulis Untukmu Pemuda Indonesia)
 
Belajar itu tidak mudah, karena butuh perjuangan yang begitu mendalam. Diri kia seharusnya bisa mengejawantahkan dalam sebuah proses standarisasi hidup. Hidup yang baik, adalah hidup yang bisa melalui proses-proses setiap peristiwa, serta bisa mengambil dari pembelajarannya.
    
Kondisi saat ini, jangan kita samakan dengan dahulu, mengapa demikian ? ya jelas saat ini kita bisa memahami betapa bedanya dengan kondisi zaman sekarang. Dahulu itu disebut sejarah, bisa jadi legenda yang tercatat dalam debu-debu halus serta kasar. Seharusnya kita bisa mengukur diri bahwa, kita harus berubah bukan, malah berdiam diri.
    
Sejarah sudah mencata bahwa pemuda dulu itu sangat cerdas. Walaupun, kondisi serba terbatas. Mereka juga tak mau hidup dalam kegagalan, mereka sering meneriakkan motivasi yaitu dengan slogan “Merdeka”. Mereka mengambil peran sebagai pemuda bukan, dengan instan menerimanya. Mereka melakukan konsolidasi yang matang, berbicara yang subtansi saja bukan, berbicara omong kosong itu pemuda dahulu.
    
Dewasa ini, diri kita harus terus memproses diri dengan kata “Move On” itu kunci sukses pemuda. Kalau pun anda merasa belum “Move On” bearti anda lahir sebagai pemuda yang mati. Saya Qori Pratama, bukanlah siapa-siapa ? karena saya lahir di sebuah desa persingahan para pencari nafkah. Desa terpencil yang pemudanya belum bisa bersatu membangun desa tercinta. Banyaknya kelompok apalagi, kepentingan.
    
Dengan tulisan singkat ini, saya katakan mimpi itu perlu ditulis. Namun, tak perlu dirangkai dengan kalimat-kalimat yang manis. Tetapi, cukup dengan pembuktian saja. Kalau melihat kondisi pemuda Indonesia dengan latar belakang diatas, otomatis saya katakan sangatlah sulit untuk bersatu. Apabila hanya bisany duduk-duduk di pinggir jalan, karokean, balap liar, pergulan bebas dan lain lain. Itulah penyakit yang selalu menghantui pemuda.
    
Kalau pun pemuda Indonesia bersatu, itu karena ada persepsi yang sama serta sebuah pernyataan pemikiran yang sama. Namun, sudah menjadi sunnatullah, bahwa kita umat Islam pun akan terbagi menjadi beberapa golongan begitu, dengan pemuda Indonesia saat ini.
    
Indonesia butuh pemuda yang energi bukan pandai memanipulasi, Indonesia butuh pemuda yang berkontribusi bukan pandai beretorika, Indonesia butuh pemuda yang Intelektual bukan berpolitik paragmatis. Satu hal untuk Indonesia “PEMUDA INDONESIA ADALAH NKRI HARGA MATI”.

“Pala Petaka Negeri Agraria”

Lebih 100 hari presiden Jokowi serta pasangannya Wakil Presiden Jusuf Kalla sudah memimpin Negeri Indonesia, untuk gebrakan dalam sektor agraria masih belum terasa oleh masyarakat kecil di pelosok desa. Mengingat, yang digaungkan pemerintahan revolusi mental mencakupi permasalahan agraria sudah ada kementerian tersendiri di dalam Kabinet pemerintahan Rezim Jokowi dan JK. Beberapa waktu lalu kita ketehui tuntutan dari kalangan Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA) menuntut ke presiden untuk segera membentuk Lembaga Sengketa Lahan. Kondisi, masalah agraria yang begitu banyak sekali data statistik mencatat selama 10 tahun kepemimpinan SBY juga terdapat 987 kasus agraria.  

Sementara menurut data yang dikumpulkan AGRA (Aliansi  Gerakan Agraria) dari berbagai sumber, akibat konflik agraria selama 10 tahun (2004—2014), lebih dari 1.000 orang petani dipenjara, 556 kaum tani mengalami luka-luka, 65 orang kaum tani meninggal, akibat konflik agraria juga telah terjadi 1.391 konflik agraria di seluruh wilayah Indonesia dengan areal konflik seluas 5.711.396 hektare. Di mana terdapat lebih dari 926.700 kepala keluarga harus menghadapi ketidakadilan agraria dan politik berkepanjangan..
 
Hasil SP 2013 serta data dan fakta yang disampaikan KPA dan AGRA sesungguhnya hendak memberikan gambaran politik hukum agraria kita. Selama 10 tahun di bawah kepemimpinan SBY, tampaknya justru semakin mengokohkan ketimpangan penguasaan, pemilikan, dan pengusahaan sumber-sumber agraria, yang pada gilirannya melahirkan atau menimbulkan konflik tak berkesudahan dan juga meluasnya kerusakan lingkungan hidup. Hasil sensus pertanian (SP) 2013 menyebutkan jumlah rumah tangga usaha pertanian saat ini sebanyak 26,13 juta rumah tangga atau menurun sebanyak 5,04 juta rumah tangga bila dibandingkan dengan hasil SP pada 2003. Di sisi lain, jumlah perusahaan pertanian bertambah dari 4.011 perusahaan per 2003 menjadi 5.486 perusahaan pada 2013. Menurunnya rumah tangga pertanian ternyata berbanding lurus dengan peningkatan perusahaaan pertanian.
 
Dari beberapa data di atas Negara kita yang berpulau-pulau ini memang sangatlah sulit untuk mengurusi permasalahan agraria, terkadang masalah yang ditimpulkan sendiri pun dari pihak pemerintahan, kita ketahui bersama pemerintah kerap kali Mengizinkan perusahaan asing dengan guna istilah bisa HGU guna bisa garap lahan di Indonesia yang notabenanya terkadang tanah tersebut masih dimiliki warga inilah penyebab konflik itu terjadi. Seharusnya peran dari BPN ada dalam control masalah Agraria ini bukan malah membiarkan menjadi konflik. Contoh yang terjadi di PT. Cinta Manis, sampai saat ini masih saja belum bisa terselesaikan masalahnya, terus masalah PTPN IIV Suban MUBA hal ini pun masih sama belum bisa terselesaikan dengan baik.
 
Dewasa ini kita dihadapkan pada persoalan tumpang tindih hukum dan peraturan. Saat ini sedikitnya terdapat 12 undang-undang yang tumpang tindih; 48 peraturan presiden; 22 keputusan presiden, 4 instruksi presiden, dan 496 peraturan/keputusan/surat edaran dan instruksi menteri negara/kepala BPN yang mengatur soal agraria. Tumpang tindih semacam ini sudah pasti akan melahirkan disharmoni hukum berupa peraturan hukum yang levelnya sama tapi sering mengatur secara berbeda atau bahkan bertolak belakang. Persoalan lainnya adalah terdapat berbagai macam kementerian/lembaga yang mempunyai wewenang dalam mengatur pengelolaan SDA. Minimnya koordinasi pada akhirnya sering melahirkan kebijakan yang tumpang tindih terhadap suatu lokasi. Hal ini semakin diperburuk dengan perilaku aparat birokrasi kita yang berwatak pemburu rente melalui berbagai izin yang ia keluarkan. Sering kita saksikan di media, banyak pejabat yang ditangkap KPK atau aparat penegak hukum lainnya karena menerima suap terkait penerbitan izin tertentu. Pada situasi semacam ini, tak salah bila Ahmad Sodiki (2013: 32) mengatakan berbagai peraturan agraria pada akhirnya menjadi alat menghalalkan “pencurian” harta milik rakyat (het recht als instrument van diefstalllen).
 
Rakyat Indonesia sangat menunggu reformasi agraria dari Rezim Pemerintahan Jokowi-JK, reformasi yang mendasar untuk kesejahteraan rakyat kecil serta memanfaatkan seluas-luasnya kementerian agraria untuk menyelesaikan masalah konflik antara para pemilik modal asing dan petani pribumi itu sendiri. Kalau pun dalam hal hukum segera evaluasi undang-undang yang timpang tindih mengenai agraria.  Mari kita tegakkan UUD 1945 Pasal 33 Ayat 3 harus di Implementasikan dalam kehidupan Negara.