Laman

13 Juni, 2013

“Nyanyian Pemerintah Rakyat Gigit Jari”



Indonesia dulu menjadi sorotan yang besar bagi punggawa Negara, macan asia menjadi sebuah latar belakang perokonomian Indonesia saat itu. Saat ini Indonesia belum di kategorikan macan asia lagi, karena mengapa ? kita banyak meminta tangan di atas kepada pihak asing, minyak bumi dan gas hampir kurang lebih dari sebagian Negara kita di patok oleh pihak asing. Mengesankan lagi PT. Frepot dalam hal ini di perpanjang oleh Presiden Susilo Bambang  Yudhoyono sampai 2041 ke pihak asing. Banyak masyarakat sudah kecewa dengan kebijakan pemerintah dari Ekonomi dengan adanya Ekonomi Global, mengakibatkan rakyat yang jual manisan kalah daya tarik dengan adanya Ekonomi Global. Apalagi dengan adanya berita seksi dari pemerintah yang mau menaikkan harga BBM, masyarakat pun serentak menggigit jari para Nelayan, Tukang Ojek, Penguna Angkutan Umum dan lain sebagainya. Tarik ulur naik BBM ini membuat masyarakat gelisah, banyak industri kecil menenggah gulung tikar, baru-baru ini harga jenggol pun ikut meroket.
            Dalam hal ini pemerintah yang tidak konsisten ingin menaikkan harga BBM Tarik ulur terus dari tahun 2012 kemarin hingga juni 2013 saat ini. Ternyata dengan tidak konsisten pemerintah dalam menaikan harga BBM banyak masyarakat sudah tidak percaya lagi dengan pemerintah. Pemerintah pun berdalih situasi ekonomi dunia yang tidak menentu ditambah dengan kebutuhan pembangunan infrastruktur dalam negeri, maka perlu penurunan biaya subsidi (kemenperin.go.id). Pembatasan subsidi BBM ini dilakukan dengan alasan agar subsidi tidak membengkak dan melebihi anggaran. Anggaran subsidi di APBN 2013 sebesar Rp 274,7 triliun. Dari jumlah ini, sebesar Rp 193,8 triliun dianggarkan untuk subsidi BBM. Alasan klasik pemerintah membengkaknya APBN kalau tidak dikurangi subsidinya. Banyak cara yang dilakukan pemerintah ketika BBM ini mau dinaikan yaitu 2009 adanya BLT (Bantuan Langsung Tunai)  eh, ternyata 2013 menjelang perhelatan pesta demokrasi muncul BLSM (Bantuan Langsung Sementara Masyarakat) yang lebih sering dikenal istilah BALSEM. Ini semua bentuk bantuan kaset lama pemerintah, perlu kita telusuri secara sistematis pemerintah dengan menaikan harga BBM adanya BLSM sama halnya dengan BLT tahun 2009 apakah ini ada praktek politiknya ?  herannya lagi dana BLSM ini talangan dari dana pihak asing dengan tembusan surat berharga negara. Banyak sekali alasan pemerintah menaikkan harga BBM ini selalu berulang-ulang karena dianggap membebani APBN. Padahal, ada anggaran yang lebih membebani dibandingkan anggaran subsidi BBM, yaitu anggaran pembayaran bunga dan cicilan pokok hutang mencapai Rp 171,7 triliun juga anggaran belanja birokrasi pemerintah yang mencapai Rp 400,3 triliun. Tapi, pemerintah tetap saja getol berhutang dan menambah anggaran untuk belanja birokrasi. Telisik lebih jauh dari kebijakan ini, maka akan didapatkan bahwa terdapat pihak yang diuntungkan dari kebijakan ini, yaitu swasta dan asing. Kita lihat bersama, semakin hari semakin banyak SPBU swasta dan asing yang bertengger di pinggir jalan-jalan kota besar. Kenaikan harga BBM akan membuat SPBU asing yang kini masih sepi pembeli menjadi ramai pembeli karena harga BBM nya tidak berbeda jauh dengan SPBU Pertamina. Apalagi SPBU asing lebih bergengsi dan memiliki pelayanan yang lebih dibandingkan SPBU Pertamina. Pemerintah Indonesia yang berhutang pada IMF terikat dengan beberapa kesepakatan, diantaranya menghapuskan subsidi di semua bidang, termasuk subsidi BBM. Tak heran jika pemerintah memutar lagu lama untuk menaikkan harga BBM dengan alasan yang sama selama subsidi masihada.

Bantuan Langsung Sementara Masyarakat pun bukanlah solusi tepat untuk masalah ini, BLSM yang tidak seberapa besar belum cukup untuk mengkompensasi beban yang diterima  rakyat akibat kenaikan harga BBM ini. Apalagi BLSM hanya diterima oleh sebagian orang saja, padahal semua rakyat yang merasakan dampak pahit kenaikan harga BBM ini. Pemerintah bisa menghemat belanja birokrasi, menghemat subsidi dengan memberikan alokasi gas untuk PLN. Di sisi lain, seperti yang kita lihat, ingat, perhatikan bahwa Indonesia bukanlah negara yang miskin akan sumber daya alam. Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah, mulai dari kekayaan bawah tanah, bawah laut, hingga hasil tanaman. Bersandar pada pengaturan kepemilikan dalam sistem ekonomi Islam, sumber daya alam merupakan milik umum, milik rakyat. 

Maka, pemerintah tidak diharamkan untuk memberikannya kepada pihak swasta atau asing. Negara diwajibkan untuk mengelolanya dan hasilnya diserahkan kepada rakyat untuk kesejahteraan rakyat. Jika ini diterapkan, tidak aka nada lagi ‘lagu sumbang’ pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan yang membuat rakyat menderita, tidak sejahtera, dan sulit untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Ada lima solusi konkrit dari KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) :
1.      Hapuskan Mou dengan pihak asing segala sektor Migas, memberikan keluasaan bagi anak negeri Sumber daya manusia yang ada di Indonesia tamatan Migas, pertambangan dan lain sebagainya.
2.      Pangkas habis belanja Negara dengan penghematan APBN untuk kesejahteraan rakyat bukan untuk perjalanan dinas DPR maupun kepemerintahan yang terkait.
3.      Pemerintah harus menuntaskan pekerjaan koversi BBM ke BBG yang masih belum teralisasi sampai saat ini.
4.      Tangkap dan jerat pasal berlapis bagi mafia penyelundup BBM, supaya mengurangi kelangkaan BBM di setiap pelosok Negeri.
5.      Pemerintah harus mencanangkan EBT (Energi Baru Terbarukan), kita manfaat kan Sumber gas minyak bumi dan lain sebagainya yang ada di Indonesia.

Oleh karena itu kenapa KAMMI menolak kenaikan BBM, rakyat sekarang menanyakan kalian mahasiswa, sebagai agent perubahan negara ini.
Kami mengajak hadirilah Aksi besar-besaran KAMMI untuk rakyat Indonesia Menolak kenaikan Harga BBM, Hari/Tanggal: Senin, 17 Juni 2013 Pukul 09:00 Long Mart Cinde-DPRD Sumatera Selatan.



                                    Atas Nama Rakyat dan untuk rakyat
                                    Kebijakan Publik KAMMI Komisariat Intifadha




Tidak ada komentar:

Posting Komentar